Pages

Search This Blog

Followers

like Batu

Jumlah Paparan Halaman

Isnin, 19 Disember 2011

PERADABAN MASA SILAM BAH 4 ( akhir )


BANGSA MINO
Daratan dan lautan mungkin saja terhampar relatif tenang selamaberabad-abad. Lalu, sebuah pelengkungan tanah tiba-tiba melepaskan bencana. Barangkali tidak ada kejadian yang menggambarkan kengerian seperti itu begitu nyata sebagaimana malapetaka di Thera kuno. Yang terjadi di sana mungkin merupakan letusan vulkanik terdahsyat dalam sejarah. Menjulang tinggi di atas Laut Aegea sekitar 3.500 tahun yang lalu, gunung api setinggi satu mil membentuk sebuah pulau sepanjang 10 mil. Di sana tampak sebuah peradaban besar yang berpusat sekitar tujuh puluh mil di utara pulau Kreta. Pada puncaknya, barangkali 30.000 orang hidup di Akrotiri, kota utama Thera, di mana berdiri istana berhiasan lukisan dinding dan dari mana dikirim kapal-kapal penuh barang dagangan. Walaupun para ilmuwan masih belum dapat memastikan waktu tepatnya yang diperkirakan antara 1470 hingga 1628 SM mereka mengetahui rangkaian peristiwanya. Goncangan-bumi ringan diikuti oleh gempa hebat, gempa susulan, dan sebuah ledakan yang gemanya terdengar hingga ke Skandinavia, Teluk Persia, dan Karang Gibraltar.2 Gelombang pasang menyerbu dan menghancurkan Amnisos, teluk Knossos. Hari ini, hanya sisa-sisa dari istana yang megah tersebut yang tersisa.
Peradaban Mino, salah satu peradaban terpenting di masa itu, kemungkinan besar tidak pernah mengira akhir yang begitu drastis. Mereka yang menyombongkan kekayaan dan harta mereka kehilangan segala milik mereka. Allah menekankan di dalam Al Quran bahwa akhir yang drastis dari berbagai peradaban kuno seperti itu hendaknya direnungkan oleh masyarakat sekarang:
Dan apakah tidak menjadi petunjuk bagi mereka, berapa banyak umat sebelum mereka yang telah Kami binasakan sedangkan mereka sendiri berjalan di tempat-tempat kediaman mereka itu. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Rabb). Maka apakah mereka tidak mendengarkan (memperhatikan)? (QS. As-Sajdah, 32: 26)
MALAPETAKA POMPEI
Bagi ahli sejarah, sisa-sisa Pompei merupakan kesaksian yang mengguncang dari penyelewengan susila yang pernah berlaku di sana. Bahkan jalan-jalan raya kota Pompei, lambang kemerosotan moral dari Kekaisaran Romawi, menunjukkan kesenangan dan kenikmatan yang diperturutkan oleh kota ini: jalan raya yang pernah begitu sibuk dan penuh kedai minuman, klab malam, dan rumah bordil, masih memberikan kilasan yang ditinggalkan malapetaka tersebut pada kehidupan sehari-hari.
Di sini, di tanah yang sekarang diselimuti debu vulkanis, pernah ada banyak peternakan yang makmur, kebun anggur yang subur, dan rumah musim panas yang mewah. Karena berlokasi di antara lereng Gunung Vesuvius dan laut, Pompei menjadi tempat wisata musim panas favorit bagi orang-orang kaya Romawi yang melepaskan diri dari ibu kota yang terik. Tetapi, Pompei menjadi saksi atas salah satu letusan gunung api paling menakutkan dalam sejarah, melenyapkan kota itu dari muka bumi. Kini, sisa-sisa penghuni kota ini sesak napas karena uap beracun dari Vesuvius saat mereka melakukan kegiatan harian seperti biasa dengan sangat hidup menggambarkan detail mengenai cara hidup bangsa Romawi. Bencana tersebut melanda Pompei, juga kota tetangganya, Herculaneum , pada suatu hari musim panas, pada saat daerah itu dipadati orang-orang kaya Romawi menghabiskan musim dalam vila-vila mereka yang megah.
Peristiwa ini terjadi pada tanggal 24 Agustus 79 M. Penyelidikan di situs kejadian mengungkapkan bahwa letusan berkembang dalam tahapan yang berbeda-beda. Sebelum letusan, daerah itu berguncang beberapa kali. Suara gaduh yang jauh dan bernada tinggi, dalam dan mengerikan, yang datang dari gunung berapi, mengiringi gempa itu. Pertama-tama, Vesuvius menyemburkan gumpalan uap air dan abu, "Kemudian awan yang berputar ini naik tinggi ke atmosfer dengan membawa pecahan batu tua yang tercabik dari saluran gunung berapi dan jutaan ton batu apung yang masih baru dan seperti kaca. Angin yang kuat membawa awan abu ke arah Pompei, di mana 'batu-batu kecil' mulai berjatuhan. Begitu kanopi yang menutupi matahari menyebar di atas kota, batu apung dan abu menghujani Pompei, bertumpuk dengan kecepatan enam inci per jam." 3

Bentuk dari banyak korban Pompei yang memilukan terpelihara sebagai peringatan bagi generasi-generasi setelahnya.
Herculaneum lebih dekat ke Vesuvius; kebanyakan penduduknya meninggalkan kota karena takut akan gelombang piroklastik bergerak yang menderu ke arah mereka. Mereka yang tidak segera meninggalkan kota , tidak hidup lebih lama untuk menyesali keterlambatan mereka. Gelombang piroklastik yang mencapai Herculaneum membunuh mereka sementara aliran piroklastik yang bergerak lebih lambat menelan kota itu, menguburnya. Penggalian di Pompei, di pihak lain, mengungkapkan bahwa kebanyakan penghuninya enggan meninggalkan kota . Mereka mengira tidak berada dalam bahaya karena Pompei tidak terlalu dekat ke kawah. Karena itu, kebanyakan warga Pompei yang kaya tidak meninggalkan rumah mereka dan malah berlindung di rumah dan toko mereka, sambil berharap badai akan segera bertiup jauh. Mereka semua binasa sebelum sempat menyadari bahwa segalanya telah terlambat. Hanya dalam satu hari, Pompei dan Herculaneum , serta enam desa di sekitarnya tersapu dari peta. Al Quran menyatakan bahwa peristiwa seperti ini merupakan peringatan bagi semua:
Itu adalah sebahagian dari berita-berita negeri (yang telah dibinasakan) yang Kami ceritakan kepadamu (Muhammad); di antara negeri-negeri itu ada yang masih kedapatan bekas-bekasnya dan ada (pula) yang telah musnah." (QS. Huud, 11: 100)
Pompei, tempat kemegahan dan keindahan, musnah bersama 20 ribu penduduknya.
Berbagai bentuk dari korban warga Pompei yang menderita terpelihara sebagai peringatan bagi generasi berikutnya.
Menyingkap rahasia Pompei tidak dapat dilakukan hingga berabad-abad kemudian. Lebih dari sekadar isyarat belaka, penggalian kota kuno itu memberikan gambaran hidup dari kehidupan sehari-hari masyarakatnya. Bentuk dari banyak korban yang menderita ini terpelihara utuh. Berikut ini ayat yang berhubungan:
Dan begitulah azab Tuhanmu, apabila Dia mengazab penduduk negeri-negeri yang berbuat zalim. Sesungguhnya azab-Nya itu adalah sangat pedih lagi keras. (QS. Huud, 11: 102)
Kini, reruntuhan yang sangat luas merupakan bukti yang menakjubkan dari peradaban rumit yang pernah berkembang ratusan, bahkan ribuan tahun yang lalu. Banyak pembangun kota-kota besar dari berbagai era sejarah yang berbeda sekarang tidak dikenal. Kekayaan, teknologi, atau karya seni mereka tidak dapat menyelamatkan mereka dari akhir yang pahit. Bukan mereka, melainkan generasi-generasi sesudahnya yang mengambil keuntungan dari warisan mereka yang kaya. Dengan sedikit petunjuk untuk menuntun kita, asal usul dan nasib dari berbagai peradaban kuno ini masih menjadi misteri hingga sekarang. Namun ada dua hal yang nyata: mereka menganggap bahwa mereka tidak akan pernah mati dan mereka menenggelamkan diri dalam kesenangan duniawi. Mereka meninggalkan monumen-monumen besar karena mempercayai bahwa dengan itu mereka akan meraih keabadian. Tidak jauh berbeda dengan berbagai peradaban kuno ini, banyak kelompok manusia saat ini juga memiliki pola pikir demikian. Dengan harapan untuk mengabadikan nama mereka, segolongan besar anggota masyarakat modern menghambakan diri sepenuhnya untuk mengumpulkan lebih banyak kekayaan atau menciptakan karya-karya untuk ditinggalkan. Lebih jauh lagi, kelihatan jelas bahwa mereka bersuka-ria dalam kemewahan yang lebih boros dari generasi sebelumnya dan tetap mengabaikan wahyu-wahyu Allah. Ada banyak pelajaran yang dapat diambil dari perilaku sosial dan pengalaman berbagai kaum terdahulu. Tak satu pun dari kaum-kaum itu bertahan hidup. Berbagai karya seni dan monumen yang mereka tinggalkan mungkin dapat menolong mereka agar dikenang oleh generasi sesudahnya tetapi tidak menyelamatkan mereka dari azab ilahi atau mencegah jasad mereka membusuk. Aneka peninggalan mereka tetap berdiri di sana hanya sebagai peringatan dan ancaman akan kemurkaan Allah pada mereka yang ingkar dan tidak bersyukur atas kekayaan yang dikaruniakan-Nya.
Tak diragukan lagi, pelajaran yang dapat diambil dari berbagai peristiwa sejarah seperti itu seharusnya pada akhirnya membawa kepada kearifan. Setelah itu barulah seseorang dapat memahami bahwa apa yang menimpa kaum-kaum terdahulu bukannya tanpa tujuan. Seseorang mungkin menyadari lebih jauh bahwa hanya Allah Yang Mahakuasa yang memiliki kekuatan untuk menciptakan bencana kapan pun. Dunia adalah tempat manusia diuji. Mereka yang berserah diri kepada Allah akan meraih keselamatan. Mereka yang puas dengan dunia ini, di lain pihak, akan kehilangan keabadian yang dirahmati. Tak diragukan, akhir mereka akan sesuai dengan perbuatan mereka dan mereka akan diadili sesuai dengan perbuatan mereka. Tentu saja, Allah adalah sebaik-baik Hakim.

Tiada ulasan: